Thursday, March 10, 2016

Sensasi Gerhana

Fenomena alam Gerhana Matahari Total yang terjadi kemarin, hendaklah dijadikan sarana sebagai tontonan sekaligus tuntunan. Gerhana matahari kali ini berbeda dengan  fenomena langka yang juga terjadi 33 tahun silam “Tahun 1983 masyarakat takut kepada gerhana sehingga lebih memilih bersembunyi di rumah, namun saat ini gerhana sudah menjadi tontonan yang menghibur bagi masyarakat, tapi perlu diingat tontonan ini memerlukan tuntunan agar kita bisa melihat gerhana dengan aman, nyaman, dan tertib”. Perubahan pandangan terhadap gerhana ini dikarenakan akses informasi yang semakin terbuka luas “Dulu masyarakat takut karena masih minim informasi yang benar mengenai Gerhana, dengan kemajuan teknologi, informasi yang benar semakin bisa diakses sehingga masyarakat paham mengenai fenomena alam ini sehingga mampu mengambil hikmah serta bersyukur kepada Tuhan”.

Hikmah dibalik fenomena alam tersebut tentu sangat banyak, dari sisi sensasi dan komersialisasi, tentu ini lahan pariwisata yang cukup potensial. Begitupun dari sisi ilmu pengetahuan manusia, peristiwa gerhana menginspirasi banyak ilmuwan untuk lebih tertantang mengetahui efek fenomena tersebut terhadap kondisi bumi dan mahluk didalamnya. Akan tetapi hal utama yang tidak boleh dilupakan adalah menyikapi peristiwa tersebut dengan kacamata religiusitas, dengan kecerdasan spiritual. Karena betapapun, Ilmu pengetahuan dan Teknologi (Iptek) harus berbasiskan Iman dan Takwa (Imtak) untuk keselamatan dan kemaslahatan kehidupan umat manusia di permukaan bumi ini. Teladan karakter profetik, yakni perilaku para Nabi berabad silam, seharusnya semakin melekat di kalangan umat beragama dalam menyikapi berbagai fenomena alam tersebut. Tanda Kebesaran Allah ALLAH Subhanahu wa Ta'ala mempergilirkan siang dan malam dengan memerintahkan peredaran matahari dan bulan, yang terus beredar dalam garis edar (orbit) yang seimbang sesuai sunnatullah. Semua diciptakanNya secara teratur dan terukur sesuai qadar. "Tidak mungkin matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak mendapatkan siang dan masing-masing beredar mengikut garis edarnya”. (TQs Yasin ayat 40). "Matahari dan bulan beredar mengikuti perhitungannya"( TQs Ar-Rahman ayat 5). Allah tunjukkan KemahakuasaanNya sekaligus mengingatkan hamba-hambaNya bahwa kondisi siang dan malam itu niscaya tidak ada, jika Allah berkehendak mengubah atau bahkan menghentikannya, Dia dengan sangat mudah bisa saja menjadikan waktu siang terus menerus atau malam terus menerus hingga waktu yang ditentukan. Karena itulah Allah ingatkan dalam Al-Qur'an agar manusia tidak menyombong-nyombong kan ilmunya terkait gerhana, apalagi memandang takjub peristiwa gerhana, tetapi melupakan siapa yg sesungguhnya menciptakan bulan dan matahari. Itulah yg terjadi jika ilmu tidak didasari oleh iman. Dalam QS Fusshilat 37


وَمِنْ آيَاتِهِ الَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ ۚلَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ



"Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah Yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah".


Pengetahuan lewat tadabbur alam telah jelas, maka wajar jika Rasulullah shalallahu alaihi wa Sallam perintahkan agar umat Islam lebih utamakan melakukan serangkaian amal-amal yang jauh lebih bermanfaat ketimbang sekedar menjadikan peristiwa gerhana sebagai tontonan belaka. Amalan-amalan utama tersebut adalah bertakbir, berdo'a, sholat gerhana dan bersedekah. Dalam hadits dari Aisyah radhi Allahu ‘anha tentang gerhana matahari, Rasulullah shalallahu ‘alayhi wasallam bersabda, “Sesungguhnya gerhana matahari dan gerhana bulan tidak terjadi karena kematian seorang manusia atau kelahiran seorang manusia. Maka jika kalian melihat gerhana, berdoalah kalian kepada Allah, bertakbirlah, sholatlah, dan bersedekahlah !” (HR. Bukhari dan Muslim). Perhatikan bahwa 75 % atau 3 dari 4 amalan yang dianjurkan Nabi, lebih ditujukan dalam rangka "Hablum Minallah" (Berdoa, Bertakbir, Sholat) atau memfokuskan diri pada hubungan vertical atau kecerdasan spiritual, dan hanya 1 amalan saja (25 %) yakni sedekah. Yang dianjurkan untuk ruang "hablum minannaas"- hubungan horizontal, sebagai ibadah sosial, yakni sedekah. Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam seolah ingin mengingatkan umat Islam pada momen gerhana itu, bersegeralah kita kepada Ampunan Allah melalui berbagai kebaikan, yang "siapa tahu" itu adalah ladang pahala kita yang terakhir. Allah mampu gelap kan bumi dalam sekejap dan jadikan terang dalam sekejap. Itulah esensi hikmah yang sebenarnya dalam peristiwa gerhana kemarin, sehingga sebagai orang-orang muslim jangan sampai ikut-ikutan seperti orang-orang kufur yg hanya menjadikan peristiwa gerhana kemarin hanya sebagai tontonan hiburan saja.

Karena itu, sikap umat manusia yang beriman pada setiap peristiwa alam semisal gerhana adalah utamakan esensi nya, bukan sensasi nya, prioritaskan tuntunan nya, bukan tontonan nya.






No comments:

Post a Comment